HUT PGSD ke-3
Mari kita budayakan pakaian adat indonesia
We are making a wall magazine
Semangat ceria kita sambut dan ikut partisipasi dalam acara HUT PGSD ke-3
Pisss....narsis dulu ah di camp kelas satu D PGSD. Hehehe.
Semarak dalam rangka HUT PGSD dengan meningkatkan kekreatifitasan, salah satunya dengan membuat dan menata mading tiga dimensi
Warni warni tumpeng menjadi saksi HUT PGSD ke-4
Walaupun ada yang berwarna merah,hijau,dan kuning, tapi rasanya kok sama ya. Hehehe
HUT PGSD ke-4
Pose dulu ah di depan salah satu penari reog ponorogo, kan jarang-jarang poto sama artis
Kerajinan Tangan Sederhana
Ketika kalian mempunyai waktu luang, mungkin menyibukkan diri dengan membuat kerajinan tangan sederhana bukanlah ide yang buruk. Dimulai dari bentuk yang sederhana, lama-kelamaan kalian mungkin akan senang dan akan tertarik membuat yang lebih bagus
Obyek Wisata Pantai di Teluk Prigi
Pantai Pasir Putih yang berhias dengan pasirnya yang putih dan batuan karang yang cantik di bibir pantai
Lestarikan Budaya Bangsa Indonesia
Mari kita sebagai warga negara yang baik ikut melestarikan budaya bangsa kita, salah satunya pakaian adat bangsa kita. Maukah kebudayaan kita satu per satu diklaim orang lain?...
Kamis, 16 Mei 2013
UAN, Pesta Pelajar kok Menakutkan
Alat Pembelajaran IPA SD - Mobil Roket Air Sederhana Berdasarkan Hukum 3 Newton
Alat Pembelajaran IPA SD - Pesawat Sederhana dari Kertas
Alat Pembelajaran IPA SD - Roket Air Sederhana Berdasarkan Hukum Bernoulli dan Hukum 3 Newton
Cerita Anak - Sayap Rapuh dan Si Hitam Pekerja Keras
Suatu hari, di pagi-pagi buta, seekor rayap sedang berjalan-jalan memutari sebuah semak-semak yang rimbun. Ia berencana mencari makanan di kayu-kayu yang sedang rapuh. Tiba-tiba ia melihat seekor semut hitam terbang dari satu pohon ke pohon yang lain dengan gesitnya. Rayap pun berfikir alangkah asyiknya mempunyai sayap sepeti semut itu. Mungkin ia bisa mencari makan dengan terbang dan tidak susah payah berjalan menyusuri selokan-selokan yang penuh dengan kotoran dan sampah-sampah itu.
Brak. Semut hitam itu pun dengan tiba-tiba jatuh di hadapannya. Semut itu tampaknya sengaja ingin menyapa rayap yang tengah berjalan sendirian.
“Hai rayap. Ada apa gerangan dengan kamu ? Dari tadi kelihatannya kok melamun.”tanya semut dengan ramah.
“Aku sedih teman. Aku lelah sekali. Setiap hari aku harus berjalan dengan kakiku ini. Rasanya aku ingin memiliki sayap seperti kamu.”ucap rayap sedih.
“Jangan sedih teman. Kita harus bersyukur dengan apa yang kita miliki sekarang ini. Aku dan kamu itu sama. Pasti mempunyai kekurangan dan kelebihan.”kata semut menasehati.
“Tidak teman. Aku dan bangsaku sungguh tidak sehebat kamu. Setiap hari kamu dengan mudahnya mencari makanan di puncak-puncak pohon. Sementara aku hanya bisa menunggu ranting pohon yang jatuh.”ucap rayap dengan putus asa.
“Itu semua salah teman. Aku tidak sehebat yang kamu pikirkan. Aku juga tidak mempunyai apa yang selama ini kamu miliki. Kamu bisa mencari makan di lubang-lubang kecil kayu dan di bawah tanah. Sedangkan aku. Aku hanya bisa mencari makanan di tepian pohon. Kamu tahu, sayapku ini menggangguku untuk masuk ke dalam lubang yang kecil. Namun, aku tetap bersyukur teman.”kata semut mencoba menyakinkan rayap dengan tulus. Kemudian terbang kembali mencari makanan.
Seekor rayap itu pun tetap ingin bisa terbang seperti semut hitam. Ia pun berfikir bagaimana caranya agar ia dan bangsanya mendapatkan sayap yang hebat itu. Dengan memiliki sayap, maka dengan mudah ia bisa mencari makanan dari satu tempat ke tempat yang lain. Melewati sungai-sungai dan bermain-main di awan-awan.
Suatu ketika, ia melihat segerombolan semut sedang berbondong-bondong mengangkat makanan ke dalam rumah yang terletak di bawah pohon besar. Rumahnya sungguh bagus dan rapi. Mereka juga pekerja keras dan suka bekerja sama. Tidak seperti bangsanya yang tidak suka bahu membahu saling menolong. Setelah beberapa waktu mengintip segerombolan semut itu di bawah rerimbunan pohon talas, ia tiba-tiba melihat ada beberapa semut yang menanggalkan sayapnya di dinding-dinding rumah mereka. Dengan rajinnya mereka membersihkan dan merawat sayap kesayangannya itu.
Seekor rayap itu berfikir ingin meminjam sayap semut. Namun, ia masih belum berani menyapa segerombolan semut hitam itu. Ia takut mereka akan menolak dan mengolok-oloknya.
Ia pun mengurungkan niatnya, lalu bergegas pulang. Kepada bangsanya, ia menceritakan perihal sayap-sayap semut itu. Bangsa rayap pun merasa senang dengan kabar dari seekor rayap itu. Mereka tertarik untuk meminjam sayap-sayap semut.
Keesokan harinya, beberapa ekor rayap berkumpul di depan rumah mereka. Mereka akan pergi ke perkampungan semut hitam bersayap. Mereka mencoba meminjam sayap-sayap semut. Setelah beberapa lama berjalan, mereka pun sampai di perkampungan semut. Ternyata, semut-semut itu sedang bersantai di depan rumah sambil menikmati semilir angin sore. Mereka baru saja pulang mencari makanan. Tampaknya mereka kelelahan setelah seharian beterbangan ke sana ke mari, terlihat beberapa dari mereka tertidur di bawah pohon. Segerombolan rayap itu juga melihat bahwa semut-semut itu tidak mengenakan sayap dipunggungnya. Rupanya mereka menyopot dan meletakkannya di dinding-dinding rumah.
“Inilah kesempatan kita. Tampaknya mereka tidak sedang menggunakan sayapnya. Ayo kita meminjamnya untuk beberapa saat.”ucap salah satu rayap dengan yakin.
“Setuju. Dengan begitu kita bisa mencari makan ke tempat yang lebih jauh.”kata rayap lain.
Pada akhirnya mereka pun bergegas mendekat ke rumah semut-semut itu.
“Hai semut. Bolehkah kami meminjam sesuatu dari kamu?”tanya ketua rayap.
“Apa yang bisa kami pinjamkan dari kamu rayap ?”
“Sayap. Sayap yang setiap hari kamu pakai itu semut. Kami ingin sekali mencobanya. Ingin mencoba terbang seperti kamu. Kami berjanji akan mengembalikannya besok sore.”
“Baik rayap. Kami akan meminjamkannya kepada kamu jika memang kamu ingin sekali mencoba terbang. Tetapi apakah kamu bisa menggunakannya ?”
“Kami sudah seringkali melihat kamu memakainya dan menerbangkannya.”
“Berhati-hatilah semut. Kamu harus berusaha menyeimbangkan sayapnya jika ada angin besar datang tiba-tiba.”
“Baik semut. Kami akan menggunakannya dengan hati-hati. Terima kasih banyak.”ucap ketua rayap lalu pergi kembali pulang sambil membawa sayap-sayap semut.
Keesokan harinya, bangsa rayap menggunakan sayap-sayap semut itu di tengah rerumputan yang luas agar kalau jatuh tidak berbahaya. Setelah beberapa kali mencoba merekatkan pada punggungnya dan menerbangkannya, akhirnya mereka bisa terbang hampir setinggi awan. Namun mereka sangat ceroboh. Tampaknya mereka tidak memerdulikan nasehat semut. Ketika ada angin besar datang, mereka tidak menepi atau merendah, malah mereka terbang menuju awan. Dan pada akhirnya, sekali terhembas angin, sayap-sayapnya patah dan mereka pun jatuh ke tanah.
Oleh karena sayap-sayapnya rusak, para rayap pun tidak berani mengembalikannya ke semut. Ketika sore telah tiba, mereka tidak mengembalikannya. Mereka mengingkari pejanjiannya dengan semut. Segerombolah rayap itu pun berpindah tempat tinggal baru yang tersembunyi dan tidak bisa dijangkau oleh semut sambil membawa sayap-sayap yang telah rusak. Dengan pengingkaran itu, akhirnya para semut kini tidak bisa terbang lagi. Mereka kehilangan sayap kesayangannya. Meskipun begitu, mereka tidak mengeluh. Mereka tetap saling bekerja sama dan bekerja keras untuk mencari makanan.
Dari peristiwa itulah, saat ini semut-semut tidak lagi bisa terbang, namun mereka tetap menjaga kerukunannya dengan cara menempelkan antena yang ada di kepalanya. Sebenarnya, perilaku ini bertujuan untuk memberi tahu kepada sesama semut jika ada makanan atau sesuatu yang mengancam di suatu tempat. Sedangkan ketika bertemu dengan rayap, semut-semut itu tampak sangat benci karena peristiwa kala itu. Itulah mengapa, rayap-rayap seolah-olah tidak berani berkeliaran di tanah ketika sudah dewasa. Mereka berani keluar dari rumahnya hanya dengan terbang. Namun karena sifatnya yang ceroboh, mereka tidak selalu merekatkan sayap di punggungnya dengan kuat dan akhirnya jatuh ketika terhempas angin. Tingkat hidup rayap sangat kecil, bahkan mereka tidak mampu bertahan hidup selama dua puluh jam ketika sudah dewasa.